Slide 1 Title Here

Replace these slide 1 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 2 Title Here

Replace these slide 2 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 3 Title Here

Replace these slide 3 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 4 Title Here

Replace these slide 4 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Slide 5 Title Here

Replace these slide 5 sentences with your own featured slide descriptions.Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these with your own descriptions...

Rabu, 24 November 2010

Posted by محمد دفى الفلاح On 20.35 0 komentar

Ayo Menghafal Qur'an!

1. Abdurrahman Farih, dikenal di negaranya (Aljazair) sebagai anak mukjizat, sebagai bayi yang luar biasa (di era modern).

Video ini direkam ketika wawancara dengan surat kabar harian al Syuruq. Ayahnya menceritakan bahwa Abdurrahman baru bisa berbicara ketika berumur 2 tahun, dan kata-kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah bacaan Al-Qur'an Surat Al Kahfi.
Ibu Abdurrahman -sebagaimana diceritakan ayahnya- rajin membaca surat al Kahfi ketika Abdurrahman masih dalam kandungan, sebagaimana juga setelah lahir orangtuanya sering menyetel al Affasy channel -saluran televisi yang menyiarkan bacaan al Quran-, bahkan ketika orangtuanya ingin merubah channel yang ditonton si kecil Abdurrahman sering menolak.




Hingga kini pada umur 3 tahun Abdurarhman sudah menghafal surat-surat panjang al Quran tanpa salah dalam bacaannya, bahkan dalam bacaan mad (panjang pendek bacaan).
Subhanallah....





2. Ummu Shalih, Hafidzhoh berusia 82 tahun

RUBRIK KELUARGA pada Majalah Ad-Dakwah selalu menghadirkan kepada para pembacanya kisah-kisah yanq penuh keteladanan dan juga berbagai informasi yang menyejukkan hati.
Berikut ini adalah salah satu pengalaman nyata yang dimuat dalam majalah tersebut.  Mari kita simak bersama!
Ummu Shalih. 82 tahun, mulai menghafal Al-Qur’an pada usianya yang ke-70. Tamasyanya ke taman hafalan Al-Qur’an, sungguh sangat menginspirasi. Cita-citanya yang tinggi, kesabaran, dan juga pengorbanannya patut kita teladani.
Inilah hasil wawancara dengan Ummu Shalih.
Motivasi apa yang mendorong Anda untuk menghafalkan Al-Qur’an pada umur yang setua ini?
Sebenarnya, cita-cita saya untuk menghafal Al-Qur’an sudah tumbuh sejak kecil. Kala itu ayah selalu mendoakanku agar menjadj hafizhah Al-Qur’an seperti beliau dan juga seperti kakak laki-lakiku. Dari hal itulah, aku mampu menghafal beberapa surat —kira-kira 3 juz.
Ketika usiaku menginjak 13 tahun, aku menikah. Tentu setelah itu aku tersibukkan dengan urusan rumah dan anak-anakku. Ketika aku dikaruniai 7 (tujuh) orang anak, suamiku wafat.   Karena ketujuh buah hatiku masih kecil-kecil, maka seluruh waktuku tersita untuk mengurusi dan mendidik mereka.
Nah, ketika mereka sudah dewasa dan berkeluarga, maka waktu ku pun kembali luang. Dan hal yang pertama kali aku tunaikan adalah mencurahkan tenaga dan waktuku untuk mewujudkan cita-cita agungku yang tertunda untuk menghafal Kitabullah Azza wa Jalla.
Bagaimana awal perjalanan Anda dalam menghafal?
Aku mulai menghafal kembali ketika putri bungsuku masih duduk di bangku Tsanawiyah (SMP).  Dia salah satu putriku yang paling dekat denganku, dan dia sangat mencintaiku.  Sebab kakak-kakak perempuannya telah menikah dan disibukkan dengan kehidupan baru mereka.  Sedangkan, dia (putri bungsuku) tinggal bersamaku. Dia sangat santun, jujur, dan mencintai kebaikan.
Putri bungsuku pun bercita-cita untuk menghafal Al-Qur’an—terlebih ketika ustadzahnya menyemangati dirinya. Dari sinilah, saya dan juga putri bungsuku menghafal Al-Qur’an, setiap hari 10 ayat.
Bagaimana metode yang Anda gunakan untuk menghafal?
Setiap hari, kami hanya menghafal 10 ayat saja. Pada ba’da Ashar, Kami selalu duduk bersama.   Putriku membaca ayat, kemudian aku menirukannya hingga 3 (tiga) kali.   Setelah itu putriku menerangkan makna dari ayat-ayat yang Kami baca. Lantas membaca kembali ayat-ayat tersebut hingga 3 (tiga) kali.
Keesokan harinya, sebelum berangkat ke sekolah putriku mengulangi ayat-ayat tersebut untukku. Tak cukup itu saja, saya pun menggunakan tape recorder untuk mendengar murattal Syaikh Al-Hushairi, dan aku mengulanginya hingga 3 (tiga) kali. Aku pun mendengar murattal tersebut pada sebagian besar waktuku.
Kami menetapkan hari Jum’at, khusus untuk mengulangi kembali ayat-ayat yang kami hafal selama satu pekan. Demikian seterusnya, saya dan putri bungsuku selalu menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara tersebut.
Kapan Anda selesal menghafal seluruh Al-Qur’an?
Kira-.kira 4,5 tahun berjalan aku sudah hafal 12 Juz dengan cara yang telah saya sebutkan. Kemudian putriku pun menikah. Ketika suaminya mengetahui kebiasaan kami, dia pun mengontrak sebuah rumah yang dekat dengan rumahku untuk memberikan kesempatan kepadaku dan putriku untuk menyempurnakan hafalan kami.
Semoga Allah membalas kebaikan menantuku dengan kebaikan yang lebih baik. Dialah yang selalu menyemangati kami, bahkan terkadang dia menemani kami untuk menyimak hafalan kami, menafsirkan ayat-ayat yang kami baca, dan juga memberikan pelajaran-pelajaran berharga kepada kami.
Tiga tahun kemudian, putriku tersibukkan dengan urusan anak-anaknya dan pekerjaan rumahnya.   Sehingga tidak bisa melazimi kebiasaan yang telah kami jalani. Putriku pun merasa khawatir hafalanku menjadi terbengkalai. Maka, putriku pun mencarikan untukku seorang ustadzah agar dapat menemaniku menyempurnakan hafalanku.
Dengan taufik Allah Azza Wajalla aku pun telah purna menghafalkan seluruh Al-Qur’an.   Semangat putriku pun masih membara untuk menyusulku menjadi hafizhah Al-Qur’an. Bahkan,  tidak mengendur sedikit pun.
Cita-cita Anda sangat tinggi, dan Anda pun telah mewujudkannya. Siapakah sosok wanita di sekitar Anda yang selalu mendukung Anda?
Motivasi saya telah jelas dan terang. Putri-putriku, juga para menantu perempuanku pastinya selalu mendukungku. Walau hanya satu jam, kami sepakat untuk mengadakan pertemuan sepekan sekali. Dalam pertemuan itu kami menghafal beberapa surat, dan saling menyimak hafalan. Terkadang pertemuan itu pun macet. Tetapi kemudian mereka bersepakat kembali untuk bertemu. Saya yakin, niat mereka semua sangat baik.
Tak ketinggalan pula, cucu-cucu perempuanku yang selalu memberikan kaset-kaset murattal Al-Qur’an. Hingga aku pun selalu memberi mereka bermacam-macam hadiah.
Awalnya, tetangga-tetanggaku juga tidak simpatik dengan cita-citaku. Mereka selalu mengingatkanku betapa sulitnya menghafal di usia yang daya ingatnya telah lemah. Tetapi ketika mereka melihat kebulatan tekadku, akhirnya mereka pun berbalik mendukung dan menyemangatiku. Ada di antara tetanggaku yang juga ikut tersulut semangatnya untuk menghafal, dan sedikit demi sedikit hafalannya pun mulai bertambah.
Ketika tetangga-tetanggaku mengetahui bahwa aku telah purna menghafal seluruh Al-Qur’an, mereka pun sangat berbahagia. Hingga kulihat air mata bahagia menetes di pipi mereka.
Sekarang, apakah Anda merasa kesulitan untuk muraja’ah (mengulangi) hafalan?
Saya selalu mendengarkan murattal Al-Qur’an, dan menirukannya. Demikian juga ketika shalat, saya selalu membaca beberapa surat panjang. Terkadang pula saya meminta salah seorang putriku untuk menyimak hafalanku.
Di antara putra-putri Anda, adakah yang juga hafizh seperti Anda?
Tak ada satu pun dari mereka yang hafal keseluruhan Al-Qur’an. Tetapi, insya Allah mereka selalu berusaha mencapai cita-cita menjadi hafizh. Semoga Allah menyampaikan mereka pada hal tersebut dengan bimbingan-Nya.
Setelah hafal Al-Qur’an, tidak terpikirkan untuk menghafal hadits?
Saat ini, saya telah hafal 90 hadits, dan saya tetap berkeinginan untuk melanjutkannya, Insya Allah. Saya menghafalnya dengan mendengarkan dari kaset. Pada setiap akhir pekan, putriku membacakan untukku 3 (tiga) hadits. Sekarang, saya telah mencoba untuk menghafal hadits lebih banyak lagi.
Setelah kurang lebih 12 tahun Anda disibukkan dengan menghafal Al-Qur’an, perubahan apa yang Anda rasakan dalam kehidupan Anda?
Benar, saya merasakan perubahan yang mendasar dalam diri saya. Walau sebelum menghafal–untuk Allah segala pujian—saya selalu menjaga diri untuk senantiasa dalam ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Setelah disibukkan dengan menghafalkan Al-Qur’an, justru saya merasakan kelapangan hati yang tak terkira, dan sirnalah seluruh kecemasan dalam diriku. Saya pun tidak pernah menyangka akan terbebas dari perasaan khawatir terhadap urusan-urusan yang menimpa anak-anakku.
Moral dan spiritku benar-benar terangkat. Hingga aku pun rela berpayah-payah untuk mewujudkan kerinduanku dalam mewujudkan cita-citaku. Inilah nikmat terbesar yang diberikan oleh Sang Khaliq Azza Wajalla kepadaku sebagai wanita tua, suami pun telah tiada, dan juga anak-anaknya pun mulai berkeluarga.
Di saat wanita lanjut usia lainnya terjebak dalam angan-angan dan lamunan. Tetapi aku —segala puji hanya untuk Allah— tidak merasakan hal yang demikian. Saya benar-benar tersibukkan dengan urusan besar yang memiliki faedah di dunia dan akhirat.
Ketika itu, apakah Anda tidak berpikir untuk mendaftarkan diri pada sebuah pesantren penghafal Al-Qur’an?
Pernah beberapa wanita yang mengusulkan kepadaku, tapi saya adalah wanita yang terbiasa untuk berdiam diri di dalam rumah dan jarang sekali keluar rumah. Alhamdulillah, karena putriku telah mencukupi segalanya dan membantuku dalam segala urusan. Sungguh, putriku benar-benar tidak ada duanya. Aku pun telah banyak mengambil pelajaran darinya.
Apa yang terkesan dalam diri Anda tentang putri bungsu Anda yang telah membimbing dan mendampingi Anda?
Putri bungsuku telah memberikan pelajaran mengagumkan dalam kebaikan dan kedermawanan yang keduanya sulit ditemui pada zaman sekarang. Terlebih dia mendampingiku menghafal Al-Qur’an pada usia ABG. Padahal,usia ini adalah usia labil yang mudah terombang-ambing dan tergoda dengan keadaan yang menjerumuskan.
Tidak seperti umumnya teman-teman seusianya, putriku memaksakan diri untuk meluangkan waktunya untuk mendampingiku. Dia pun mengajari dan mendampinqiku dengan tekun, sabar, dan penuh kelembutan. Suaminya pun demikian —semoga Allah senantiasa menjaganya, selalu menolong dan telah memberikan bantuan yang begitu banyak. Semoga Allah Azza wa Jalla mengaruniakan kepada mereka berdua dan menyejukkan pandangan mata mereka dengan anak-anak yang shalih.
Apa saran Anda kepada wanita yang telah lanjut usia, dan menginginkan untuk dapat menghafalkan Al-Qur’an, tetapi terhalang oleh rasa khawatir dan merasa tidak mampu untuk melaksanakannya?
Saya katakan, “Jangan berputus asa terhadap cita-cita yang benar. Teguhkanlah keinginanmu, bulatkan tekadmu, dan berdoalah kepada Allah di setiap waktu. Kemudian, mulailah sekarang juga. Setelah umurmu berlalu dan kau curahkan seluruhnya untuk memenuhi tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga, mendidik anak, dan mengurus suami. Maka sekarang saatnyalah Anda memanjakan diri. Bukan berarti kemudian memperbanyak keluar rumah, memuaskan diri dengan tidur, bermewah-mewah, dan banyak beristirahat. Tetapi memanjakan diri dengan amal shalih.  Hanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala kita memohon khusnul khatimah.
Nasihat Anda terhadap para remaja?
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Nikmat Allah berupa kesehatan, dan banyaknya waktu luangmu, maksimalkanlah untuk menghafal kitab Allah Azza Wa Jalla. Inilah cahaya yang akan menyinari hatimu, hidupmu, dan kuburmu setelah engkau mati.
Jika kalian masih memiliki ibu, bersungguh-sungguhlah dalam membimbingnya menuju ketaatan kepada Allah. Demi Allah, tidak ada nikmat yang lebih dicintai seorang ibu kecuali seorang anak shalih yang mau menolongnya untuk mendekatkan diri kepada Allah Azza Wa Jalla.
(diterjemahkan dari quraan-sunna.com)


3. Sayyid Muhammad Husein Tabataba'i
Pada Bulan February 1998, di Kerajaan Inggris tepatnya di Hijaz College Islamic University Husein yang yang waktu itu baru berusia 7 tahun menjalani ujian doktoral. Ujian yang harus dilaluinya terdiri dari 5 bidang :
  • Menghafal Al-Quran dan menerjemahkan dalam bahasa ibu (persia)
  • Menerangkan topik ayal Al-Quran
  • Menafsirkan dan menerangkan ayat Al-Quran dengan ayat lainya dalam Al-Quran
  • Bercakap-cakap dengan menggunakan ayat-ayat Al-Quran
  • Menerangkan makna Al-Quran dengan metode isyarat tangan
Setelah menjalani ujian selama 210 menit, akhirnya tim penguji memberi nilai 93. Dimana nilai ini mengukuhkanya sebagai Doktor Honoris Causa.
Standard Penilaian :
  • 60 – 70 Sertifikat diploma
  • 70 – 80 Sarjana Kehormatan
  • 80 – 90 Magister Kehormatan
  • 90 ketas Doktoe Kehormatan (honoris cause)
Pada tanggal 19 Februari 1998 Husein menerima ijazah Doktor Honoris Causadalam bidang Science of The Retention of The Holy Quran.
Buku ini juga disertai VCD yang isinya forum-forum baik di dalam negeri (Iran) maupun di luar negeri yang menceritakan bagaimana bocah cilik ini menunjukkan kehebatanya dalam menghafal dan memahami Al-Quran.
Buku ini juga bercerita tentang masa kecil Husein, dimana kedua orang tuanya juga seorang penghafal Al-Quran. Pada Usia 2 tahun 4 bulan Husein sudah menghafal juz 30 (Juz ‘Amma) secara otodidak, hasil dari rutinitasnya dalam mengikuti ibunya yang menjadi penghafal dan pengajar Al-Quran.
Berikut adalah beberapa dialog dalam buku itu yang menunjukkan kepiawaian bocah ini dalam memahami Al-Quran dan menggunakan ayat-ayat Al-Quran dalam percakapan sehari-hari, dialog ini dilakukan sepulang husein mendapat gelar Doktor dari Inggris :
PenanyaBagaimana ujian yang kamu lalui di Inggris ?
Husein” Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” ( QS 94:6 )
PenanyaApa Tanggapan orang2x di sana ( Inggris ) dalam acara2x Qurani-mu?
Husein” Mereka Tertawa ” (QS 83:34) [ Maksud Husein org2x di Inggris tuh merasa senang/bahagia ]
PenanyaJika kamu ditanya orang, ‘ buat apa engkau ke inggris ‘ ? apa jawabanmu ?
Husein” Hai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu ” ( QS 5:67 )
[ yang dimaksud Husein adalah dia ke Inggris untuk menyampaikan ayat-ayat al-Quran ].
PenanyaEngkau belum lulus SD, bagaimana mungkin mendapat gelar doctor ?
Husein” Mereka dalam keadaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka ” ( QS 3:170 ).
[ maksudnya, semua itu adalah karunia Allah ]
PenanyaBagaimana Ilmu itu diajarkan ?
Husein” Dan orang-orang yang bersungguh-sungguh ( berjihad ) untuk Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. ” (QS 29:69)
[maksud Husein, bila manusia berusaha mencari dengan bersungguh2x, maka Allah akan membuka jalan ilmu baginya. ]
PenanyaKapan engkau akan menikah ?
Husein( sambil tersenyum ) ” Dan apabila anak-anak telah sampai umur baligh, maka hendaklah mereka meminta izin. ” ( QS 24:59)
[ maksud Husein akan menikah jika umurnya sudah baligh ]
Dan masih banyak lagi dialog2x yang dijawab oleh Husein menggunakan ayat2x Al Qur’an,diantaranya:
PenanyaApa kabarmu..?
Husein” Dan penutup doa mereka ialah Alhamdulillahi Rabbil ‘aalamin ” ( QS 10:10).[ Maksud Husein, kabarnya baik2x saja, dan untuk itu, segala puji bagi Allah Pemilik Semesta Alam. ]
PenanyaDi manakah Tuhan ?
Husein” Maka ke mana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. ” ( QS 2 : 115 )
PenanyaAyat mana dalam Al-Quran yag paling engkau sukai ?
Husein” Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya deritaanmu, sangat menginginkan ( Keimanan dan Keselamatan ) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. ” (QS 9:128)
Berikut ini endorsment di cover belakang buku:
“Keteladanan menjadi kunci utama dalam proses pendidikan, tanpa keteladanan pendidikan hanya akan menjadi transfer of knowledge tapi tidak transfer of value. Kisah dalam buku ini sangat baik untuk dijadikan ibrah (pelajaran) dalam hidup dan kehidupan kita.” ~ Dr Arief Rachman, MPd – Pakar Pendidikan
“Saya telah menggeluti Al-Quran selama lebih dari 20 tahun, namun kini kembali menjadi murid yang harus menulis catatan di buku pelajaran. Apa pun yang ia (Husein) katakan, saya catat. Saya dengan bangga menyatakan diri sebagai murid dari guru yang masih berusia 5 tahun ini!” ~ Ayatullah Mohsen Qiraati, Mufassir Kontemporer Iran.
“Sayyid Husein memiliki kemampuan yang sangat menakjubkan dan para peneliti seharusnya melakukan penelitian mengenai bagaimana metode Husein dalam menghafal dan memahami Al-Quran.” ~ Ayatullah Hashemi Rafsanjani
Untuk lebih lengkap cara mendidik anak seperti Husein, silahkan baca bukunya. Penulis buku ini juga menyekolahkan anak putrinya di kelas Jamiatul Quran Teheran. Website Doktor Cilik ini bisa diakses dihttp://www.jameatulquran.com.



Teman sekalian, sebenarnya masih banyak sekali penghafal Qur'an termuda di belahan dunia lain. Subhanallah... coba teman sekalian lihat Agama lain, contoh, Agama Kristen. Ada berapa orangkah yang hafal Injil???


Senin, 01 November 2010

Posted by محمد دفى الفلاح On 06.45 0 komentar

Hal-Hal Sepele yang Sering Dilupakan...

1. LARANGAN ISBAL [MELABUHKAN PAKAIAN HINGGA MENUTUP MATA KAKI]


Oleh
Abu Abdillah Ibnu Luqman

Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian kalangan yang dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan alasan yang rapuh seperti klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk
lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Musta'an.

[A]. DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul 'Aroby rahimahullah dan selainnya adalah ; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]

[B]. BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar'I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:.

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :

“Artinya : Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]

Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma’bud 11/103]

Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.

“Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak
bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]

Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak

Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata.

Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro' seakan-akan
saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308]

'Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, "Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan." Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, "Tidakkah pada diriku terdapat teladan?" Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]
.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab :’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam” [Majmu' Fatawa 22/14]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laaki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320]

[C]. DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL
Pertama.
“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : "Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab : "Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat
Irwa': 900]

Kedua.
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]

Ketiga.
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi ersabda : "Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka." [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]

Keempat
“Dari Mughiroh bin Syu'bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal." [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862]

Kelima
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]

Keenam
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, : "Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, "Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!" Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, "Tinggikan lagi!" Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, "Seberapa tingginya?" "Sampai setengah betis."[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]

Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah, : “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95]

Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid :” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya : “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar'i yang kekal pengharamannya."[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19]

[D]. DAMPAK NEGATIF ISBAL
Isbal kehaaramannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak bisa diangga remeh, berikut sebagiannya..

[1]. Menyelisihi Sunnah
Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan di timpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur : 63]

[2]. Mendapat Ancaman Neraka
Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak.

[3]. Termasuk Kesombongan
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]

Berkata Ibnul Aroby rahimahullah : “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan : “Aku tidak menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam larangan, kemudian berkata : “Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan kesombongan” [Fathul Bari 10/325]

[4]. Menyerupai Wanita
Isbal bagi wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits.

Dari Ibnu Abbas ia berkata ; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904]

Imam At-Thobari berkata : “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521]

Dari Khorsyah bin Hirr berkata : “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata : “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab : “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab ; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata : “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18]

Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang katanya modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, Yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang meman aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18]

[5]. Berlebih Lebihan
Tidak ragu lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.

Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
“Artinya : Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A’raf : 31]

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436]

[6]. Terkena Najis
Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 69]



2.  Hukum memulai dan menjawab salam

Satu dari sekian banyak hak sesama muslim adalah menyampaikan salam. Salam adalah sebuah ucapan yang mana mengandung kebaikan di dalamnya, mendatangkan kecintaan dan melapangkan dada (membuat tenang) bagi seorang muslim yang mendengarnya. Betapa banyak orang yang mengucapkan salam kepada saudaranya entah itu secara langsung atau lewat telepon atau surat atau SMS hingga mereka saling mencintai, saling mengasihi dan saling berkasih sayang. Mereka berbuat demikian hanya karena ikhlas kepada Alloh ta’ala dan mempunyai tujuan yang baik yaitu untuk mendoakan saudaranya. Contohnya seperti salam yang telah kita kenal yaitu “Assalamu’alaikum warrohmatullohi wa barakatuh” atau yang artinya salam sejahtera bagi anda sekalian dan semoga Alloh merahmati dan memberkahi atasnya.
Sungguh indah ucapan salam ini, tiada salam yang indah yang pantas diucapkan melainkan salam ini dan akan menjadi lebih indah jika salam ini selalu tersebar dan diucapkan ketika anda bertemu dengan saudara seagama anda entah itu di kampus atau di masjid atau di rumah atau di tempat-tempat lain yang anda boleh untuk memulai salam. Dan tentunya, untuk penerapan salam di zaman sekarang haruslah melihat kondisi dan situasi serta kemaslahatan (kemanfaatan) bagi orang yang ingin anda salami. Sebagai contoh:
1. Janganlah anda mengucapkan salam ketika sahabat anda berada di WC karena WC adalah tempat kotor yang tidak pantas bagi seorang muslim untuk bercakap-cakap di dalamnya apalagi memulai dan membalas salam. Sebagaimana yang dikatakan Ibnul Qoyyim dalam kitab Zadul Ma’adnya bahwa Alloh ta’ala membenci percakapan dalam WC atau kamar mandi.
2. Janganlah anda mengucapkan salam ketika sahabat anda sedang makan dengan lahapnya karena bisa jadi ketika dia membalas salam anda akan membahayakan dirinya karena dikhawatirkan dia akan tersendak oleh makanannya. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ahli kesehatan, bahwa manusia itu dilarang berbicara ketika makan karena akan membahayakan dirinya.
3. Janganlah anda mengucapkan salam ketika teman anda sedang tidur karena bisa jadi perbuatan anda malah mengganggu tidurnya. Dan contoh-contoh yang lain yang mana anda tidak dianjurkan untuk mengucapkan salam karena adanya pertimbangan tertentu.

Dari sedikit penjelasan ini, anda bisa jadi bertanya “Jadi hukum memulai salam itu apa?” maka bisa dijawab “Sebagian ulama menjelaskan (semisal Syaikh Utsaimin dalam kitab Syarah Riyadhus Sholihin) bahwa hukum memulai salam itu sunnah artinya sebuah perintah atau anjuran yang mengandung keutamaan namun tidak mencapai tingkat wajib. Maksudnya, anda memulainya tidak mengapa ketika anda melihat adanya kemaslahatan dan ini lebih utama. Contohnya, ketika anda menerima atau mengangkat telepon dari seseorang atau ketika anda ingin berbicara di telepon dengan seseorang semisal orang tua anda atau dosen anda atau mertua anda atau teman anda. Namun, anda tidak memulainya juga tidak mengapa jika memang kemaslahatannya demikian seperti tiga contoh di atas”.
Kemudian, “Bagaimana dengan hukum menjawab salam tsb?” maka jawabnya “Menjawab salam hukumnya fardhu kifayah maksudnya ketika ada satu atau beberapa orang menjawabnya maka kewajiban orang lain yang berada dalam majelis atau perkumpulan tsb menjadi gugur dan hukum ini berlaku jika seseorang mengucapkan salam kepada orang banyak. Semisal, ketika dosen anda mengucapkan salam di dalam kelas dan seandainya waktu itu hanya ada 1 orang yang menjawabnya maka hal itu sudah mencukupi maksudnya seluruh kewajiban menjawab salam dari 99 orang lainnya telah gugur (semisal dalam kelas anda ada 100 orang). Akan tetapi hukum ini bisa berubah menjadi fardhu ‘ain.”
Kemudian seseorang bertanya “Lho kenapa bisa begitu? Bukankah tadi dikatakan fardhu kifayah?” maka jawabnya ”sebagaimana yang harus anda ketahui, bahwa hukum fardhu kifayah ini berlaku jika ada seseorang mengucapkan salam kepada orang banyak dalam sebuah majelis semisal dalam kelas atau diskusi atau tutorial dan sebagian orang di majelis itu telah menjawabnya sekalipun hanya 1 orang. Sedangkan, hukum fardhu ‘ain ini berlaku ketika ada seseorang mengucapkan salam secara pribadi kepada anda artinya dia mengucapkan salam memang untuk anda dan memang ketika itu hanya anda yang ada di tempat tsb dan orang td memang mengkhususkan salam tsb hanya untuk anda maka fardhu ‘ain bagi anda untuk menjawabnya. Semisal, ketika anda sedang berdiri sendirian di depan kelas kemudian ada teman anda yang mengucapkan salam seraya menjabat tangan anda maka wajib bagi anda untuk membalas salamnya dan tidak halal (haram) untuk mendiamkannya”.

Kesimpulannya:
1. Hukum memulai salam secara umum adalah sunnah. Meskipun hukumnya sunnah akan tetapi anda sangat ditekankan untuk mengucapkan salam kepada orang lain yang muslim ketika hendak memulai sebuah pembicaraan sebagaimana beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda “Apabila engkau menjumpainya engkau berikan salam kepadanya” (HR. Muslim dan Tirmidzi).
2. Hukum menjawab salam adalah fardhu kifayah akan tetapi dalam kondisi tertentu hukumnya bisa menjadi fardhu ‘ain seperti dalam contoh diatas.
3. Ucapan salam ini bisa mendatangkan kecintaan bagi saudara anda yang muslim sebagaimana beliau Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda:”Maukah kamu aku kutunjukkan kepada sesuatu yang apabila kamu lakukan kamu akan saling mencintai? Yaitu sebarkanlah salam di antara kamu”(HR. Muslim).
4. Mengucapkan salam adalah satu dari sekian banyak penyebab seseorang bisa masuk surga. BeliauShollallohu ‘Alaihi Wa Sallambersabda:”Wahai manusia, sebarkanlah ucapan salam, hubungkanlah tali kekerabatan, berilah makanan, dan sholatlah pada waktu malam ketika orang-orang tengah tertidur, engkau akan masuk surga dengan selamat(HR. Muslim).
5. Dan yang terakhir, ternyata ada perbuatan yang sunnah yang lebih mulia daripada perbuatan fardhu atau wajib yaitu memulai salam karena pendahuluan sesuatu terhadap sesuatu yang lain itu menandakan bahwa sesuatu tsb memiliki keutamaan. Padahal kita telah tahu, bahwa perbuatan fardhu itu lebih utama daripada perbuatan sunnah seperti sholat fardhu itu lebih utama daripada sholat sunnah, puasa fardhu itu (Semisal puasa ramadhan) lebih utama daripada puasa sunnah dan contoh ini adalah dua dari sekian banyak contoh yang menarik. Bahkan ada sholat sunnah akan tetapi hukumnya wajib karena adanya sebab tertentu.




3. Hukum Meluruskan dan Marapatkan Shaf

 Bagi seorang muslim yang rajin shalat berjamah di masjid, pasti akrab dengan perintah imam sebelum shalat dimulai: “Lurus dan rapatkan shaf ..dst ” atau ada juga dengan bahasa Arabnya  “Sawwuu shufufakum .  dst.” Memang demikianlah seharusnya. Tetapi amat disayangkan kebanyakan shalat di masjid-masjid umumnya, barisan yang ada cukup longgar, bahkan ada yang teramat longgar. Mereka merasa risih,  aneh, dan menghindar  jika ada yang ingin bersentuhan kaki, mata kaki,  paha, dan bahu. Padahal mereka mendengar dengan  jelas imam memerintahkan agar merapatkannya.
                Hal ini disindir oleh Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi sebagai berikut:
 لكن اليوم تركت هذه السنة، ولو فعلت اليوم لنفر الناس كالحمر الوحشية
                “Tetapi, hari ini sunah ini telah ditinggalkan. Seandainya sunah ini dilakukan, justru manusia menjauh bagaikan keledai liar.” (‘Aunul Ma’bud, 2/256. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)      
Sebenarnya, bagaimanakah masalah ini dalam fiqih shalat? Seperti apakah cara merapatkannya? Mudah-mudahan tulisan ringkas ini bisa sedikit memberi penjelasan.
Hukum Merapatkan Shaf
Perintah merapatkan barisan adalah anjuran yang sangat kuat, dan itu bagian dari kesempurnaan shalat. Bahkan Imam Bukhari, Imam Ibnu Hajar, dan Imam Ibnu Taimiyah, mengatakan itu wajib.   Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya telah membuat Bab Itsmi Man Lam Yutimma Ash Shufuf  (Berdosa bagi orang yang tidak menyempurnakan shaf). Apa yang ditegaskan Imam Bukhari ini menunjukkan bahwa  menurutnya merapatkan shafadalah wajib, sebab hanya perbuatan wajib yang jika ditinggalkan akan melahirkan dosa.
Hal ini disebabkan hadits-hadits tentang meluruskan dan merapatkan shafmenggunakan bentuk kalimat perintah (fi’il amr): sawwuu .. (luruskanlah ..!). Dalam kaidah fiqih disebutkan:
الأصل في الأمر الوجوب إلا إذا دلت قرينة على غيره
“Hukum asal dari perintah adalah wajib, kecuali jika adanya petunjuk yang merelasikannya kepada selain wajib.” (Imam Al ‘Aini, ‘Umdah Al Qari, 8/463. Maktabah Misykah)
  Dari sekian banyak perintah merapatkan shaf, saya akan sampaikan dua saja sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ

Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah dia bersabda “:Lurus rapatkan  shaf kalian, karena lurus rapatnya  shaf adalah bagian dari kesempurnaan tegaknya shalat."   (HR. Bukhari No. 690. Muslim No. 433)
Dari Nu’man bin Basyir, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
لَتُسَوُّنَّ صُفُوفكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّه بَيْن وُجُوهكُم
“Benar-benarlah kalian dalam meluruskan shaf,  atau (jika tidak) niscaya Allah akan membuat perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR. Muslim No. 436)
Hadits riwayat Imam Muslim ini menunjukkan ancaman keras bagi yang meninggalkannya, yakni Allah siksa mereka dengan adanya perselisihan di antara wajah-wajah mereka. Maksudnya –kata Imam An Nawawi-  adalah permusuhan, kebencian, dan perselisihan hati. (Al Minhaj Syrah Shahih Muslim, 2/178.  Mawqi’ Ruh Al Islam) Malah, Imam Ibnu Hazm menyatakan ‘batal’ orang yang tidak merapatkan shaf. Namun, Imam Ibnu Hajar menanggapinya dengan mengatakan:
وأفرط ابن حزم فجزم بالبطلان
“Ibnu Hazm telah melampui batas ketika menegaskan batalnya (shalat).” (Fathul Bari, 2/210. Darul Fikr)
Sedangkan, ulama lain mengatakan, merapatkan shaf adalah sunah saja. Inilah pendapat Abu Hanifah, Syafi’I, dan  Malik. (‘Umdatul Qari, 8/455).   Bahkan Imam An Nawawi  mengklaim para ulama telah ijma’ atas kesunahannya. Berikut perkataannya:
وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى اِسْتِحْبَاب تَعْدِيل الصُّفُوف وَالتَّرَاصّ فِيهَا
“Ulama telah ijma’ (aklamasi)  atas  sunahnya meluruskan shaf dan merapatkanshaf.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/384. Mauqi’ Ruh A Islam)
Apa yang dikatakan Imam An Nawawi ini, didukung oleh Imam Ibnu Baththal dengan perkataannya:
تسوية الصفوف من سنة الصلاة عند العلماء
                “Meluruskan Shaf merupakan sunahnya shalat menurut para ulama.” (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 2/344. Dar Ar Rusyd)
                Alasannya, menurut mereka merapatkan shaf adalah untuk penyempurna dan pembagus shalat sebagaimana diterangkan dalam riwayat yang shahih.  Hal ini dikutip oleh Imam Al ‘Aini, dari Ibnu Baththal,  sebagai berikut:
لأن حسن الشيء زيادة على تمامه وأورد عليه رواية من تمام الصلاة
                “Karena, sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaannya, dan hal itu telah ditegaskan dalam riwayat tentang kesempurnaan shalat.”(‘Umdatul Qari, 8/462)
                Riwayat yang dimaksud adalah:
أقيموا الصف في الصلاة. فإن إقامة الصف من حسن الصلاة
            “Aqimush Shaf (tegakkan shaf) karena tegaknya shaf  merupakan diantara pembagusnya shalat.” (HR. Bukhari No. 689. Muslim No. 435)
                Imam An Nawawi mengatakan, maksud aqimush shaf adalah meluruskan menyeimbangkan, dan merapatkan shaf. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/177. Maktabah Misykah)
                Berkata Al Qadhi ‘Iyadh tentang hadits ini:
دليل على أن تعديل الصفوف غير واجب ، وأنه سنة مستحبة .
                “Hadits ini adalah dalil bahwa meluruskan shaf tidak wajib, dia adalah sunah yang disukai.” (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmal Al Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 2/193. Maktabah Misykah)
                Demikianlah perselisihan para imam kaum muslimin tentang hukum merapatkanshaf dalam shalat.

Manakah Yang Benar?
Jika kita mengumpulkan semua dalil-dalil yang ada, berserta menelaah alasan anjuran merapatkan shaf, dan ancaman bagi yang meninggalkannya, maka pendapat yang benar adalah yang mengatakan wajib.
Ada pun alasan Imam Ibnu Baththal, bahwa merapatkan shaf itu hanyalah tambahan untuk memperbagus dan menyempurnakan shalat, sehingga hukumnya sunah, adalah pendapat yang perlu dikoreksi. Justru alasan yang dikemukakannya itu menjadi alasan buat kelompok ulama yang mewajibkan. Sebab, sesuatu yang berfungsi  menjadi penyempurna sebuah kewajiban, maka sesuatu itu juga menjadi wajib hukumnya.
Hal ini ditegaskan oleh kaidah yang sangat terkenal:
ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب
                “Kewajiban apa saja yang tidak bisa sempurna kecuali dengan ‘sesuatu’, maka sesuatu itu menjadi wajib  adanya.” (Imam As Subki, Al Asyhbah wan Nazhair, 2/90. Maktabah Misykah)
Jelas sekali bahwa kesempurnaan kewajiban shalat baru akan  terwujud dengan rapat dan lurusnya shaf, maka –menurut kaidah ini- rapat dan lurusnya shaf adalah wajib ada demi kesempurnaan kewajiban tersebut. Hanya saja, kewajiban merapatkan shaf ini bukanlah termasuk kewajiban yang jika ditinggalkan dapat merusak shalat. Longgarnya shaftidaklah membatalkan shalat, sebab itu bukan termasuk rukun shalat.
Maka dari itu, Imam Al Karmani mengatakan:
الصواب أن يقول فلتكن التسوية واجبة بمقتضى الأمر ولكنها ليست من واجبات الصلاة بحيث أنه إذا تركها فسدت صلاته
“Yang benar adalah yang mengatakan bahwa meluruskan shaf adalah wajib sebagai konsekuensi dari perintah yang ada, tetapi itu bukan termasuk kewajiban-kewajiban shalat yang jika ditinggalkan akan merusak shalat.” (‘Umdatul Qari, 8/455)
Yang pasti, merapatkan dan meluruskan shaf adalah budaya shalat pada zaman terbaik Islam. Sampai- sampai Umar memukul kaki Abu Utsman Al Hindi untuk merapatkanshaf. Begitu pula Bilal bin Rabbah telah memukul bahu para sahabat yang tidak rapat. Ini diceritakan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari, 2/210), dan  Imam Al ‘Aini (‘Umdatul Qari, 8/463. Maktabah Misykah)
Tata Cara Merapatkan shaf
Tentang rapatnya kaki dan bahu, dalilnya amat jelas yakni:
 قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ وَحَاذُوا بَيْنَ مَنَاكِبِكُمْ وَلِينُوا فِي أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَسُدُّوا الْخَلَلَ
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Luruskan barisan kalian, rapatkanlah paha-paha kalian, bersikap lembutlah terhadap saudara kalian, dan tutuplah celah yang kosong ..”   (HR. Ahmad,   No. 21233. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir,    No. 7629. Syaikh Al Albany menshahihkannya dalam Shahihul Jami’ No.1840)

Dan hadits berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي
وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ

Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Luruskan shaf kalian, sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.“ Maka salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya, dan kakinya dengan kaki kawannya. (HR. Bukhari No.692)
Riwayat lain:
  فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ
“Maka, aku melihat ada seseorang yang merapatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya.”(HR. Abu Daud No. 662. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 1/39, No. 32. Darul Ma’arif)
Jadi, yang mesti dirapatkan adalah bahu, paha, lutut, mata kaki, dan sisi kaki bagian bawah. Betapa rapatnya berjamaah jika ini dipraktekkan. Demikianlah tata cara merapatkan shaf.
                Wallahu A’lam
Maraji’:
-           Shahih Bukhari
-           Shahih Muslim
-           Sunan Abi Daud
-           Musnad Ahmad
-           Al Mu’jam Al Kabir  karya Imam Ath Thabarani
-           Fathul Bari, karya Imam Ibnu Hajar
-            ‘Umdatul Qari , karya Imam Badruddin Al ‘Aini
-           Syarh Shahih Bukhari, karya Imam Ibnu Baththal
-           Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, karya Imam An Nawawi
-           Ikmalul Mu’allim Syarh Shahih Muslim, karya Al Qadhi ‘Iyadh
-           ‘Aunul Ma’bud, karya Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi
-           Al Asybah wan Nazhair, karya Imam As Subki
-           As Silsilah Ash Shahihah, karya Syaikh Al Albani
            -           Shahih Jami’ Ash Shaghir, karya Syaikh Al Albani






4. Kuku yang Panjang




Islam melarang wanita dan pria untuk memanjangkan kuku. Sebagian kaum wanita
sengaja memanjangkan kuku-kuku mereka atau membuat kuku-kuku palsu yang
jelas menyalahi fitrah. Sementara, bagi seorang Muslimah diharapkan darinya
untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkenaan dengan perangai fitrah.
Salah satu perangai fitrah tersebut adalah memotong kuku. Mereka yang
memanjangkan kukunya mungkin mengatakan : " Saya memelihara kuku-kuku saya
dan saya mencucinya setiap hari". Maka jawabannya adalah :

Pertama : Syari'at Islam telah melarang memanjang kuku. Syaikh Abdul Aziz
bin Baaz rahimahullah menyatakan: "Memanjangkan kuku adalah menyelisihi
ajaran As-Sunnah. Diriwayatkan dengan shahih dari Nabi Shollallahu'alayhi wa
sallam, bahwa Beliau bersabda :

"Fitrah itu ada lima: berkhitan, mencukur bulu kemaluan, memendekkan kumis,
mencabut bulu ketiak dan memotong kuku".

Kuku dan yang lainnya tersebut tidak boleh dibiarkan panjang lebih dari 40
hari, berdasarkan riwayat dari Anas radhillahu 'anhu, bahwa ia bercerita :

"Rasulullah Shollallahu 'alayhi wa sallam memberi batasan kepada kami dalam
memendekkan kums, memotong kuku, mencabut bulu ketiak dan mencukur bulu
kemaluan dengan tidak membiarkannya lebih dari empat puluh malam.".

Karena memanjangkan semua bagian tersebut menyerupai binatang dan sebagian
orang-orang kafir. (Fatawal Mar'ah 167).

Syaikh Muhammad Al-Utsaimin rahimahullah menyatakan: "Termasuk aneh, apabila
orang-orang yang mengaku modern dan berperadaban membiarkan kuku-kuku mereka
panjang, padahal jelas mengandung kotoran dan najis, serta menyebabkan
manusia menyerupai binatang".

Kedua : Dari segi kesehatan, sesungguhnya mencuci kuku itu tidak membuat
kuku itu bersih dari kuman dan kotoran, karena air tidak dapat mencapai
bagian bawah kuku. Itu hal yang jelas dan dapat dimaklumi.

Map

Diberdayakan oleh Blogger.

About Me

محمد دفى الفلاح
Lihat profil lengkapku

Cari Blog Ini